Dinkes Aceh Utara Berupaya Cegah Difteri, Satu Kasus Sedang Penanganan

Kepala Dinkes Aceh Utara, Amir Syarifudin SKM


LHOKSUKON — Dinas Kesehatan Aceh Utara menggelar kegiatan workshop LP/LS Penguatan Program Imunisasi di Kecamatan Lhoksukon, Aceh Utara, Selasa (30/7/2024). Dalam kegiatan tersebut, dr. Ferianto selaku Kepala Bidang Pencegahan Pengendalian Penyakit (P2P) menyampaikan, ada satu kasus yang diduga difteri ditemukan di Aceh Utara.

"Di Aceh Utara saat ini ada satu kasus difteri yang masih dalam penanganan di rumah sakit. Ini masih menunggu hasil lab guna memastikan yang bersangkutan apakah benar tertular difteri atau bukan," ujar dr. Ferianto kepada wartawan di sela-sela acara.

Kata dr. Ferianto, penularan difteri dapat terjadi melalui percikan cairan atau ludah. Penularannya dapat terjadi tidak hanya dari penderita saja, namun juga dari karier (pembawa) baik anak atau dewasa yang tampak sehat kepada orang sekitarnya. Untuk gejalanya, biasa muncul setelah dua hingga empat hari terinfeksi kuman.

"Infeksi difteri pada saluran pernapasan dapat menimbulkan suara serak, demam tinggi, sakit kepala, mual, muntah, gelisah, hidung berair, nyeri saat menelan, leher bengkak, suara napas mengorok dan sesak napas berat akibat tertutupnya jalan pernapasan oleh selaput keabuan di dinding belakang tenggorokan. Gejala infeksi ini memang sulit dilihat secara kasat mata," terang dr. Ferianto.

Sebagai upaya pencegahan, lanjutnya, dapat dilakukan dengan imunisasi pemberian vaksin, serta pemeriksaan hidung dan tenggorok.

"Ketika ditemukan satu kasus, maka perlu dilakukan penelusuran orang terdekat di lingkungan penderita. Di antaranya, orang serumah, teman sekelas, rekan sekantor, teman sepermainan, dan lainnya. Kita berharap kasus yang kita temukan ini bukan difteri," pungkas dr. Ferianto. 

Sebagai mana diketahui, Difteri merupakan penyakit menular yang dapat disebarkan melalui batuk, bersin, atau luka terbuka. Gejalanya termasuk sakit tenggorokan dan masalah pernapasan. Penyebab utama difteri adalah infeksi bakteri Corynebacterium diphteriae yang menyerang selaput lendir pada hidung dan tenggorokan, serta dapat memengaruhi kondisi kulit. 

Penyakit ini dapat menyerang orang-orang dari segala usia dan berisiko menimbulkan infeksi serius yang berpotensi mengancam jiwa. Pengobatannya meliputi antibiotik dan antitoksin untuk mematikan bakteri. Salah satu langkah pencegahan difteri yang paling efektif adalah mendapatkan vaksinasi difteri.

Difteri disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphteriae. Infeksi ini dapat menular melalui partikel di udara, benda pribadi, peralatan rumah tangga yang terkontaminasi, serta menyentuh luka yang terinfeksi kuman difteri.

Selain itu, penularan difteri juga bisa terjadi melalui air liur seseorang. Bahkan, jika orang yang terinfeksi tidak menunjukkan tanda atau gejala difteri, mereka masih dapat menularkan bakteri hingga enam minggu setelah infeksi awal.

Bakteri paling sering menginfeksi bagian hidung dan tenggorokan. Setelah menginfeksi, bakteri melepaskan zat berbahaya yang disebut racun yang kemudian menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan lapisan abu-abu tebal.

Lapisan ini umumnya terbentuk di area hidung, tenggorokan, lidah dan saluran udara. Dalam beberapa kasus, racun ini juga dapat merusak organ lain, termasuk jantung, otak, dan ginjal sehingga berpotensi menimbulkan komplikasi yang mengancam jiwa.

Risiko penularan difteri meningkat pada orang-orang yang belum mendapatkan vaksinasi. Faktor lain yang dapat meningkatkan risiko penularan meliputi berkunjung ke daerah dengan cakupan imunisasi difteri yang rendah, sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti penderita HIV/AIDS, gaya hidup yang tidak sehat, lingkungan dengan kebersihan dan sanitasi yang buruk, anak-anak di bawah usia 5 tahun dan orang tua di atas usia 60 tahun, tinggal di pemukiman padat penduduk, serta bepergian ke daerah yang tinggi kasus penyakit ini.

Umumnya gejala penyakit difteri akan muncul 2–5 hari setelah seseorang terinfeksi bakteri Corynebacterium diphteriae. Setelah itu, bakteri menyebar ke aliran darah dan menimbulkan gejala beberapa gejala.

Di antaranya, terbentuknya lapisan tipis berwarna abu-abu yang menutupi amandel dan tenggorokan, demam dan menggigil, nyeri tenggorokan dan suara serak, sulit bernapas atau napas yang cepat, pembengkakan kelenjar getah bening pada leher, lemas dan lelah, pilek yang awalnya cair, tetapi dapat sampai bercampur darah, batuk yang keras, rasa tidak nyaman, gangguan penglihatan, bicara melantur, tanda-tanda syok, seperti kulit yang pucat dan dingin, berkeringat, dan jantung berdebar cepat.

Pada beberapa orang, penyakit ini bersifat ringan atau tidak ada tanda dan gejala yang jelas sama sekali. Dalam kasus seperti ini, mereka tetap tidak menyadari penyakitnya dan masih berpotensi menularkannya ke orang lain.

| ADVERTORIAL

Postingan Lama
Postingan Lebih Baru